Rosulullah SAW Idola umat sepanjang Zaman

Dalam artikel ini Insya Allah kita akan membaca beberapa riwayat keindahan budi pengerti Nabi SAW, untuk menambah pengetahuan para pengunjung website ini dan menambah kecintaan kita kepada beliau SAW, Perlu kita fahami bahwa wajah Sang Idola SAW adalah wajah yang dipenuhi cahaya kelembutan dan kasih sayang, karena beliau adalah pembawa Rahmat bagi sekalian alam, maka wajah beliau penuh kasih sayang, demikian pula ucapan beliau SAW, perangai, tingkah laku, dan bahkan bimbingan beliau SAW pun penuh dengan kasih sayang Allah SWT.

Seorang lelaki bertanya kepada Albarra bin Azib ra : Apakah wajah Rasul SAW seperti pedang ? (bukankah beliau banyak berperang, apakah wajahnya bengis bak penguasa kejam), maka menjawablah Albarra bin Azib ra :Tidak, tapi bahkan wajah beliau bagai Bulan Purnama (kiasan tentang betapa lembutnya wajah beliau yang dipenuhi kasih sayang) (Shahih Bukhari hadits no.3359, hadits serupa Shahih Ibn Hibban hadits no.6287).

Diriwayatkan oleh Jabir bin samurah ra : wajah beliau SAW bagaikan Matahari dan Bulan (Shahih Muslim hadits no.2344, hadits serupa pada Shahih Ibn Hibban hadits no.6297), demikian pula riwayat Sayyidina Ali.kw, yang mengatakan : seakan-akan Matahari dan Bulan beredar di wajah beliau SAW?. (Syamail Imam Tirmidzi), demikian pula diriwayatkan oleh Umar bin khattab ra bahwa Rasul SAW adalah manusia yang bibirnya paling indah.

Al Imam Alhafidh Syeikh Abdurrahman Addeba’i mengumpulkan ciri ciri sang Nabi SAW : Beliau SAW itu selalu dipayungi oleh awan dan diikuti oleh kabut tipis, hidung beliau SAW lurus dan indah, Bibirnya bagaikan huruf Miim (kiasan bahwa bibir beliau tak terlalu lebar tak pula sempit dan sangat indah), Kedua alisnya bagaikan huruf Nuun, (kiasan bahwa alis beliau itu tebal dan sangat hitam dan bersambung antara kiri dan kanannya).

Dari Abi Jahiifah ra : Para sahabat berebutan mengambil telapak tangan beliau dan mengusapkannya di wajah mereka, ketika kutaruh telapak tangan beliau SAW diwajahku ternyata telapak tangan beliau SAW lebih sejuk dari es dan lebih wangi dari misik (Shahih Bukhari hadits no.3360).

Berkata Anas ra : Tak kutemukan sutra atau kain apapun yang lebih lembut dari telapak tangan Rasulullah SAW, dan tak kutemukan wewangian yang lebih wangi dari keringat dan tubuh Rasul SAW (Shahih Bukhari hadits no.3368). Kami tak melihat suatu pemandangan yang lebih menakjubkan bagi kami selain Wajah Nabi SAW. (Shahih Bukhari hadits no.649 dan Muslim hadits no.419) Ketika perang Uhud wajah Rasul SAW terluka dan mengalirkan darah segar, maka putrinya yaitu Sayyidah Fathimah ra mengusap darah tersebut dan Sayyidina Ali kw memegangi beliau SAW, namun ketika terlihat darah itu terus mengalir, maka diambillah tikar dan dibakar, maka debunya ditaburkan diluka itu, maka darahpun terhenti. (Shahih Bukhari hadits no.2753).

Dari anas bin malik ra : Dan saat itu dirumah hanya aku, ibuku dan bibiku, lalu selepas shalat beliau berdoa untuk kami dengan kebaikan Dunia dan Akhirat, lalu Ibuku berkata : doakan pelayanmu ini wahai Rasulullah. (maksudnya Anas ra), maka Rasul SAW mendoakanku dan akhir doanya adalah : Wahai Allah Perbanyak Hartanya dan keturunannya dan berkahilah? (Shahih Muslim hadits no.660).

Dan beliau SAW itu adalah manusia yang terindah wajahnya, dan terindah akhlaknya (Shahih Bukhari hadits no.3356). Dan beliau SAW itu adalah manusia yang termulia dan manusia yang paling dermawan, dan manusia yang paling berani? SAW (Shahih Bukhari hadits no.5686).

Dari Abu Hurairah ra : Wahai Rasulullah.., bila kami memandang wajahmu maka terangkatlah hati kami dalam puncak kekhusyuan, bila kami berpisah maka kami teringat keduniawan, dan mencium istri kami dan bercanda dengan anak anak kami (Musnad Ahmad Juz 2 hal.304, hadits no.8030 dan Tafsir Ibn katsir Juz 1 hal.407 dan Juz 4 hal.50).

Diriwayatkan dari Anas bin Malik ra bahwa : “Rasulullah SAW bila selesai shalat subuh, datanglah beberapa Khadim (ajudan/pembantu) Madinah dengan Bejana-bejana mereka yang berisi air, maka setiap kali datang kepada Rasul SAW setiap bejana itu, maka Rasul SAW menenggelamkan tangannya pada bejana tersebut, dan sering pula hal itu terjadi di musim dingin, maka Rasul SAW tetap memasukkan jarinya pada bejana-bejana itu” (Shahih Muslim Bab : keakraban Rasul SAW dan Tabarruk sahabat pada beliau SAW/ hadits no.2324).

Dari Anas ra : “Kulihat Rasulullah SAW dan pencukur rambut sedang mencukur rambut beliau SAW, dan para sahabat mengelilingi beliau SAW, maka tak ada rambut yang terjatuh terkecuali sudah didahului tangan mereka untuk mengambilnya” (Shahih Muslim Bab : keakraban Rasul SAW dan Tabarruk sahabat pada beliau SAW/ hadits no.2325).

Dari Anas ra : “Ummu sulaim ra mengambil keringat Rasul SAW yang mengalir dengan handuk kulit dan memerasnya hingga mengalir disebuah mangkuk ketika beliau SAW sedang tidur, maka Rasul SAW terbangun dan berkata : “apa yang kau perbuat wahai Ummu Sulaim?”, maka Ummu Sulaim menjawab : “Kami ingin mengambil berkah untuk anak-anak kami Wahai Rasulullah..”, maka Rasul SAW menjawab : “kau sudah mendapatkannya”. (Shahih Muslim Bab : “Wanginya keringat Nabi SAW dan Tabarruk dengannya”, hadits no.2331 dan 2332).

Diriwayatkan oleh Abi Jahiifah dari ayahnya, bahwa para sahabat berebutan air bekas wudhu Rasul SAW, mereka yang tak mendapatkannya maka mereka mengusap dari basahan tubuh sahabat lainnya yang sudah terkena bekas air wudhu Rasul SAW (Shahih Bukhari hadits no.369, demikian juga pada Shahih Bukhari hadits no.5521, dan pada Shahih Muslim hadits no.503 dengan riwayat yang banyak).

Mengenai Tabarruk ini, sudah jelas dan tidak bisa dipungkiri lagi bahwa Rasul SAW tak pernah melarangnya, apalagi mengatakan musyrik kepada yang melakukannya, bahkan para sahabat Radhiyallahu’anhum bertabarruk (mengambil berkah) dari Rasul SAW, mengambil berkah ini pada dasarnya bukan menyembah, sebagaimana dituduhkan sebagian saudara kita muslimin, tapi merupakan Luapan kecintaan semata terhadap Rasul SAW dan itu semua merupakan hal yang lumrah, sebagaimana kita membedakan air zam-zam dengan air lainnya, mengapa?, bukankah itu sama saja dengan Tabarruk dengan air yang muncul di perut bumi?, air zam-zam itu muncul dari sejak Bunda Nabiyallah Ismail as dikunjungi Jibril as.

Riwayat-riwayat diatas adalah dalil jelas bahwa Tabarruk tidak dilarang oleh Rasul SAW bahkan sunnah.., bila ada sekelompok orang yang mengatakan Tabarruk itu hanya pada Rasul SAW maka bagaimana Rasul SAW mengusap Hajarul aswad..?, bagaimana dengan air zam-zam yang diperebutkan muslimin dan dianggap berkhasiat ini dan itu, Demi Allah belum pernah teriwayatkan para sahabat berebutan air zam-zam, mereka memang minum air zam-zam, tapi mereka berebutan air wudhu bekas Rasul SAW, dan rambut beliau SAW, bahkan keringat beliau SAW.

Inilah luapan Mahabbah, pantas dan wajar saja bila seorang kekasih menyimpan baju kekasihnya misalnya, baju usang tak berarti itu sangat berarti bagi sang kekasih, maka istilah “dikeramatkan” dan lain sebagainya itu pada hakikatnya adalah luapan Mahabbah pada orang-orang shalih dan mulia, sebagaimana para sahabat bertabarruk dengan Rasul SAW karena luapan Mahabbah (kecintaan) mereka pada Nabi SAW, bukan karena ia Muhammad bin Abdillah, tapi karena beliau adalah Utusan Allah yang mengenalkan mereka kepada Hidayah dan kemuliaan.

Demikian pula hingga kini orang-orang muslim bertabarruk karena luapan cinta mereka pada gurunya yang bernama Kyai fulan misalnya, atau habib fulan, atau orang shalih misalnya, semata mata bukan memuliakan diri si Kyai atau habib atau guru atau si shalih, tapi semua itu disebabkan ia adalah orang yang membimbing mereka pada Keridhoan Allah, atau karena mereka orang yang shalih dan banyak ibadah kepada Allah, kalau mereka tak shalih (fasiq) niscaya tak akan ada yang mau bertabarruk padanya, maka puncak asal muasal Tabarruk adalah Kemuliaan Allah yang telah memilih hamba Nya fulan menjadi Guru atau Kyai atau Orang shalih, karena ini semua dengan Izin Allah, sebagaimana firman Nya : “Sungguh Allah memberi hidayah kepada siapa yang dikehendaki Nya”, dan ayat Lain : “Tidaklah kalian memiliki keinginan (untuk beristiqomah) kecuali telah dikehendaki Allah Rabbul ‘Alamien”. (QS Al Kuwwirat).

Dari Kehendak Allah yang menentukan hamba ini dimuliakan maka kita memuliakannya sebagaimana Allah memuliakannya, demikian para sahabat terhadap Rasul SAW. Ternyata para sahabat benar-benar asyik dengan idolanya, Idola termulia dari semua Idola sepanjang masa usia Bumi.., kita tercengang-cengang dengan betapa besarnya luapan cinta para sahabat pada Sang Nabi SAW, dan ternyata Rasul SAW pun memberi kesempatan pada para pecintanya untuk bertabarruk dengan air wudhu beliau SAW, dengan keringat beliau SAW, dan lainnya sesekali bukan karena beliau SAW menghendakinya, namun dari keluasan hati beliau SAW yang memahami luapan cinta para sahabat beliau SAW, bila hal ini mungkar maka pastilah beliau melarangnya, dan bila hal ini dikhususkan pada Rasul SAW maka beliau SAW akan menjelaskannya bahwa ini hanya kekhususan bagi beliau SAW sebagai Rasul SAW dan tak boleh diikuti oleh selain beliau SAW.

Mengenai Istighatsah, yaitu memanggil manusia untuk minta pertolongan, maka hal ini telah diceritakan oleh beliau SAW bahwa kelak semua manusia ber Istighatsah kepada Adam as, lalu kepada Musa, lalu kepada Muhammad SAW, demikian dijelaskan dalam Shahih Bukhari hadits no.1405. Mengenai pendapat yang mengatakan bahwa Istighatsah harus kepada orang yang dihadapannya maka pendapat ini tidak beralasan, karena perbedaan jarak tak bisa menghalangi kemuliaan seseorang di sisi Allah SWT, saya bisa saja meminta pertolongan pada teman saya diluar negeri, atau minta bantuan pada seorang berkuasa di negeri seberang yang tak saya kenali misalnya, lewat email atau surat atau lainnya, ini sudah terjadi di masa kini, yaitu hubungan antar negara, maka mustahilkah Allah menghubungkan hamba Nya yang masih hidup dengan yang sudah wafat?, bukankah diwajibkan bagi kita menyolati mayyit dan mendoakannya dengan Doa “Wahai Allah ampunilah dia, maafkanlah dia, muliakanlah kewafatannya, luaskanlah kuburnya, dst didalam shalat janazah?, bukankah hadits shahih muslim dan Bukhari menjelaskan bahwa orang mati tersiksa di alam kubur karena jeritan orang yang menangisinya?, bukankah ini menunjukkan ada hubungan antara yang hidup dan yang mati?, bukankah Rasul SAW mengatakan bahwa diperbolehkannya mengirim amal untuk orang yang sudah wafat? (saebagaimana diriwayatkan dalam shahih Muslim), bukankah Allah mengajari kita doa “Wahai Allah Ampunilah kami dan orang orang yang telah mendahului kami dalam beriman..”.

Yang jelas, sebagaimana diriwayatkan dalam hadits Istighatsah diatas, bahwa aku dan kalian dan seluruh manusia kelak di hari kiamat akan melakukan Istighatsah.., yaitu kepada Adam as dan akhirnya kepada Muhammad SAW, mau tak mau, rela tak rela, apakah menganggapnya syirik atau lainnya, namun Sayyidina Muhammad SAW menjelaskan bahwa aku dan kalian dan seluruh ummatnya kelak akan ber Istighatsah kepada beliau SAW.

Alangkah Indahnya sang Nabi mulia ini, dan selama kita mengakui bahwa para sahabat adalah orang-orang yang menjadi panutan kita, maka lihatlah kecintaan sahabat radhiyallahu’anhum pada beliau SAW, bahkan ketika beliau wafat.., apa yang diperbuat oleh Khalifah kita Sayyidina Abubakar Asshiddiq ra?, beliau menyingkap kain penutup wajah Rasulullah SAW lalu memeluk Jenazah beliau SAW dan menciuminya seraya menangis dan berkata lirih : “Demi ayahku, Engkau dan Ibuku, tak akan terjadi dua kali kematian atasmu.. (maksudnya engkau tak akan merasakan sakitnya kematian lagi setelah ini). Demikian diriwayatkan didalam Shahih Bukhari (hadits no.4187).

Mengapa Abubakar Ashiddiq ra bersumpah dengan ayah ibunya dan Rasul SAW?, dan berkata kata kepada Jenazah yang sudah wafat?, mengapa pula ia menangis dan menciumi jenazah itu?, mengapa menciumi jenazah orang yang sudah wafat sambil menangis?, adakah kita menemukan jawaban lain selain luapan kecintaannya pada Muhammad Rasulullah SAW?, alangkah cintanya Abubakar Asshiddiq ra kepada Rasul SAW, bahkan setelah wafat pun Abubakar Asshiddiq masih menciumi jenazah beliau SAW, Alangkah cintanya Umar bin Khattab kepada Rasul SAW hingga ia awalnya tak mau menerima kejadian wafatnya Rasul SAW..?, tak percaya, dan mengingkari wafatnya Rasul SAW?, mengapa?, bodohkah ia?, adakah jawaban lain selain besarnya kecintaan Umar bin Khattab ra pada Nabi SAW?,

Wahai Allah Yang Maha Memenuhi sanubari para sahabat Nabi dengan kecintaan dan Asyik rindu pada Nabi Mu Muhammad SAW. Jadikan sanubari kami diterangi pula kecintaan pada Nabi Mu Muhammad SAW, dan jadikanlah sanubari kami beridolakan Nabi Muhammad SAW. aamiin.

Maha Suci Allah, Yang Membentangkan Kerajaan Alam Semesta dengan Cahaya Kemegahan Nya, maka tegaklah Angkasa Raya Langit dan Bumi sebagai Lambang Kesempurnaan Nya Yang Maha Tunggal dalam Pengaturan, Maha Tunggal dalam Keabadian Maha Tunggal dalam Kesempurnaan, Maka Gemuruhlah Kerajaan Alam Semesta sepanjang masa bertasbih Kehadirat Nya, Menggema Angkasa Raya Mensucikan Nama Nya Yang Maha Luhur dari zaman ke zaman, Dicipta Nya keturunan Adam untuk mencapai kehidupan yang Abadi, maka akan musnahlah kerajaan Alam semesta menemui kefanaan, lebur dibawah Kehendak Nya Yang Maha Menentukan, dan tersisalah Benua Kemewahan nan Abadi dan Benua Kehinaan.

Dibangkitkan Nya Pemimpin dari para Duta Nya dimuka Bumi, Sayyidina Muhammad SAW, sebaik-baik makhluk dan dipenuhi Nya dengan akhlak yang sempurna, satu-satunya makhluk yang menjadi pemimpin bagi pembawa Cahaya Keridhoan Nya yang Abadi, Maha Suci Allah SWT yang menjadikan kecintaan pada Sang Nabi SAW merupakan kesempurnaan Iman kepada Nya, sebagaimana sabda beliau SAW : Tiada Sempurna Iman Kalian, sebelum aku lebih dicintainya dari anak-anaknya, ayahnya dan seluruh manusia (Shahih Muslim). 

Betapa besar kecintaan para sahabat Radhiyallahuanhum kepada Nabi SAW, sebagaimana makna cinta, berarti selalu rindu pada yang dicintainya, selalu ingin bersama kekasihnya, selalu tak ingin berpisah dengan kekasihnya, mencintai segala miliknya, bahkan apa-apa yang disentuh oleh Rasul SAW menjadi mulia dimata mereka, sebagaimanariwayat Sa’ib ra, : “aku diajak oleh bibiku kepada Rasul SAW, seraya berkata : Wahai Rasulullah.., keponakanku sakit.., maka Rasul SAW mengusap kepalaku dan mendoakan keberkahan padaku, lalu beliau berwudhu, lalu aku meminum air dari bekas wudhu beliau SAW, lalu aku berdiri dibelakang beliau dan kulihat Tanda Kenabian beliau SAW” (Shahih Muslim hadits no.2345).

Riwayat lain ketika dikatakan pada Ubaidah ra bahwa kami memiliki rambut Rasul SAW, maka ia berkata : Kalau aku memiliki sehelai rambut beliau SAW, maka itu lebih berharga bagiku dari dunia dan segala isinya. (Shahih Bukhari hadits no.168), Diriwayatkan pula bahwa Abu Talhah adalah yang pertama kali mengambil rambut Rasul SAW saat beliau SAW bercukur (Shahih Bukhari hadits no.169).

Tentunya seorang yang dicintai akan selalu dipuji, tentunya seorang pecinta akan selalu memuji kekasihnya, dan pujian bagi sang nabi SAW boleh dimana saja, tidak terkecuali di masjid, karena kecintaan pada Utusan Allah adalah kecintaan kepada Allah, dan beliau SAW sendiri yang bersabda bahwa cintailah aku karena cinta kalian kepada Allah, dan dalam hadits beliau bersabda : tiada sempurna iman kalian sebelum aku lebih dicintainya dari anak-anaknya, dari ayahnya dan dari seluruh manusia (Shahih Muslim hadits no.44). bahkan Imam Muslim mengatakan bahwa Secara Mutlak seseorang itu tidak disebut beriman kalau ia tak mencintai Nabi SAW (Shahih Muslim Juz 1 hal 67).

Hassan bin Tsabit ra selalu memuji Rasul SAW didalam masjid Nabawiy, maka ketika ia sedang asyik bernasyid (nasyid, syair, qasidah, sama saja dalam bahasa arab yaitu puji-pujian pada Allah dan Rasul SAW), ia sedang melantunkan syair puji-pujian pada Rasul SAW, tiba-tiba Umar ra mendelikkan matanya kepada Hassan, maka berkatalah Hassan bin tsabit ra : Aku sudah memuji beliau (SAW) ditempat ini (masjid) dan saat itu ada yang lebih mulia dari engkau (Rasul SAW melihatnya dan tidak melarang), lalu berkata pula Hassan kepada Abu hurairah ra yang juga ada bersama mereka : Demi Allah bukankah Rasul SAW telah berdoa untukku : Wahai Allah bantulah ia (hassan ketika membaca syair dihadapan Rasul SAW) dengan Jibril. Maka Abu Hurairah berkata : Betul, maka Umar ra pun tak lagi berani mengganggunya. (Shahih Bukhari hadits no.3040). riwayat yang sama pada Shahih Muslim hadits no.2485.

Maka jelaslah sudah bahwa Rasul SAW tidak melarang puji-pujian atas Allah dan Rasul Nya di masjid, bahkan diriwayatkan bahwa Rasul SAW menaruh sebuah Mimbar khusus untuk Hassan bin Tsabit ra di Masjid, untuk ia membaca Syair memuji Allah dan Rasul SAW (Mustadrak Alaa Shahihain hadits no.6058, 6059), dan ketika ada orang yang tak menyukai Hassan, maka marahlah Ummulmukminin Aisyah ra, seraya berkata : Jangan kalian menghina Hassan, karena ia selalu memuji Rasulullah SAW (Mustadrak Alaa Shahihain hadits no.6063), berkata Imam Hakim bahwa ucapan ini shahih memenuhi syarat Shahih Bukhari dan Muslim.

Fahamlah kita bahwa Puji-Pujian pada Rasul SAW, yang diantaranya Qasidah, Maulid dll merupakan hal yang dimuliakan oleh Rasul SAW, bahkan Sayyidatuna Aisyah ra marah ketika ada orang yang menghina orang yang memuji Rasul SAW, maka ketika di akhir zaman ini muncul kelompok yang mengharamkan puji-pujian pada Rasul SAW dan nasyid/ qasidah di masjid, ini menunjukkan kesempitan pemahaman mereka dalam Syariah Islamiyyah, memang betul ada hadits Rasul SAW yang melarang membaca syair-syair di masjid, namun itu adalah syair-syair keduniawian yang membuat ummat lupa kepada Allah SWT, bukanlah syair pujian atas Allah dan Rasul SAW yang memberi semangat kepada ummat untuk semakin taat kepada Allah SWT

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.