Nabi Muhammad Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa alihi wa shohbihi wa sallam lahir di Makkah pada 12 Rabi’ul Awwal tahun Gajah. Terlahir di dunia dalam keadaan yatim. Kelahiran yatimnya Nabi Muhammad Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa alihi wa shohbihi wa sallamini adalah berkah dan rahmah dari Allah subhanahu wa ta’ala, dan kemiskinan yang didapatkannya juga merupakan suatu kenikmatan dari Allah subhanahu wa ta’ala. Adapun tarbiyah pendidikan yang didapatkannya adalah langsung dari Allah subhanahu wa ta’ala, sebagaimana firman Allah subhanahu wa ta’ala di dalam Al-Qur’an Al-Karim,
فَإِنَّكَ بِأَعْيُنِنَا
“Maka sesungguhnya kamu berada dalam penglihatan Kami”, (Quran Surat Ath-Thur: 48)
“Engkau Ya Muhammad ada di kedua kelopak mataku. Engkau ada di dalam pandanganku, Engkau berada di dalam pengawasanku”.
Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa alihi wa shohbihi wa sallam bersabda,
أَدَّبَنِى رَبِّى فَأَحْسَنَ تَأْدِيْبِى
“Allah telah mendidikku, maka ia sempurnakan pendidikanku.” (Hadits Riwayat Al-Askary dari Ali radhiyallohu ‘anhu).
“Allah mendidik aku dengan sebaik-baik didikan”.
Begitulah Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa alihi wa shohbihi wa sallam yang mendapat tarbiyah pendidikan langsung dari Allah subhanahu wa ta’ala, yang mana beliau terlahir dalam keadaan yatim, tidak mempunyai ayah, dikarenakan ayahnya meninggal dunia ketika beliau masih berada dalam kandungan ibundanya dalam usianya 2 bulan. Setelah dilahirkan, Ibundanya menggendong dan mengasuh Nabi Muhammad Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa alihi wa shohbihi wa sallam.
Terlahir Rasulullah dari ibunya setelah ayahnya wafat. Saat itu ayahnya yang bernama Sayyid Abdullah bin Abdul Muthallib hendak berangkat ke negeri Syam dan singgah di kota Yatsrib (Madinah) sebagaimana diperintahkan oleh bapaknya yakni Abdul Muthallib. Setibanya di kota Yatsrib, Sayyid Abdullah bin Abdul Muthalib jatuh sakit hingga akhirnya meninggal dunia dan dikubur di kota tersebut. Begitulah ketentuan yang Allah subhanahu wa ta’ala takdirkan untuk Rasulullah yang dilahirkan dari ibunya dalam keadaan yatim.
Meski Nabi Muhammad Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa alihi wa shohbihi wa sallam terlahir oleh ibunya dalam keadaan yatim, akan tetapi Allah subhanahu wa ta’ala mengemasnya sehingga ia tidak merasakan yang namanya getir pahitnya yatim. Sampai akhirnya Muhammad kecil kemudian diasuh oleh kakeknya yang bernama Abdul Muthalib yang berlaku seperti ayahandanya sendiri. Muhammad kecil diasuh dan digendong oleh sang kakek dengan penuh cinta dan kasih sayang. Begitu cintanya sang kakek Abdul Muthalib kepada Muhammad kecil sampai-sampai ia tidak memberikan minum kepada anak-anaknya sendiri sebelum dikasihkan terlebih dahulu kepada Rasulullah. Setelah Rasulullah minum, barulah kemudian sisa minuman itu diberikan kepada anak-anaknya sendiri, yang tidak lain adalah para paman Nabi.
Selain diasuh oleh kakeknya, Rasulullah pun dikaruniai oleh Allah subhanahu wa ta’la dengan 3 ibu susuan, yaitu:
- Ibu kandungnya sendiri, Sayyidah Aminah Az-Zuhriyah binti Wahab,
- Tsuwaibah Al-Aslamiyah, dan
- Halimah As-Sa’diyah.
Ketika beranjak di usia 6 tahun, Muhammad kecil pergi bersama ibundanya berangkat menuju kota Yatsrib dengan ditemani Ummu Aiman untuk menziarahi makam ayahandanya. Mereka bertiga berada di kota Yatsrib selama beberapa bulan sebelum akhirnya kembali ke Makkah. Di saat hendak pulang ke Makkah, di tengah perjalanan Sayyidah Aminah mengalami sakit keras yang semakin hari semakin memburuk. Dalam keadaan sakit, Sayyidah Aminah melihat putranya dan berkata dengan suara yang tersendat-sendat dikarenakan sakitnya. Sayyidah Aminah memanggil Muhammad kecil sehingga Nabi Muhammad shollallohu ‘alaihi wa alihi wa shohbihi wa sallam yang saat itu masih berusia 6 tahun mendekati ibunya lalu duduk di samping kepala ibunya. Ketika itu ibunya dalam keadaan sakit dan terbaring lemah. Muhammad kecil menangis dan meneteskan air mata sembari mengusap matanya. Ibunya pun mengusap mata Muhammad kecil yang basah oleh air mata, sambil berkata,
بَارَكَ اللّٰهُ فِيْكَ مِنْ غُلَامٍ # يَا ابْنَ الَّذِيْ مِنْ حَوْمَةِ الْحِمَامِ
نَجَا بِعَوْنِ الْمَلِكِ الْعَلَّامِ # فُوْدِيَ غَدَاةَ الضَّرْبِ بِالسِّهَامِ
بِمِائَةٍ مِنْ إِبِلٍ سَوَامٍ # إِنْ صَحَّ مَا أَبْصَرْتُ فِي الْمَنَامِ
فَأَنْتَ مَبْعُوْثٌ إِلىَ الْأَنَامِ # مِنْ عِنْدِ ذِي الْجَلَالِ وَالْاِكْرَامِ
تُبْعَثُ فِي الْحِلِّ وَفِي الْحَرَامِ # تُبْعَثُ بِالتَّحْقِيْقِ وَالْاِسْلَامِ
دِيْنُ اَبِيْكَ الْبَرِّ اِبْرَاهَامِ # تُبْعَثُ بِالتَّحْقِيْقِ وَالْاِسْلَامِ
أَنْ لَّا تُوَالِيْهَا مَعَ الْأَقْوَامِ # فَاللّٰهَ اَنْهَاكَ عَنِ الْاَصْنَامِ
“Semoga Allah memberkati engkau wahai anakku, wahai putraku yang dinaungi dengan cinta kasihnya Allah.
Engkau pernah terselamatkan dengan atas pertolongan Raja Diraja Yang Maha Mengetahui yaitu Allah.
Bahkan tebusan nyawamu pun ketika engkau akan menjadi Rasul nanti, jiwamu menjadi tebusan bahwa semua sahabatmu dan orang-orang yang ada di dekatmu wahai Muhammad, mereka akan mendermakan semua jiwa dan raganya untukmu agar engkau menang dan bahagia.
Dan engkau adalah seorang anak yang pernah ditebus oleh kakekmu dengan 100 ekor unta, engkaulah putra dari Abdullah bin Abdul Muthallib yang mana bapakmu pernah ditebus oleh ayahnya yaitu Abdul Muthallib dengan 100 ekor unta.
Jika yang kulihat di dalam mimpiku adalah benar, maka engkaulah seseorang yang akan diutus bagi seluruh umat manusia, oleh Allah yang Maha Berkuasa atas segala sesuatu.
Engkau akan diutus ke seluruh negeri, tempat yang suci.
Engkau akan diutus untuk menyempurnakan ketaatan dalam Islam, agama leluhurmu, Ibrahim.
Engkau akan diutus dengan kedamaian dan Islam.
Maka Engkau dipalingkan dari suatu kaum, maka Allah akan melindungimu dari berhala”.
Tidak lama kemudian kekuatan Sayyidah Aminah pun semakin lama semakin berkurang dan kesehatannya semakin memburuk. Sayyidah Aminah lalu berkata kepada Muhammad kecil:
كُلُّ حَيٍّ يَمُوتٌ ، وَكُلُّ جَدِيْدٍ بَالٍ ، وَكُلُّ كَبِيْرٍ يَفْنَى ، وَأَنَا مَيِّتَةٌ ، وَذِكْرِيْ بَاقٍ ، وَقَدْ تَرَكْتُ خَيْرًا ، وَوُلَدْتُ طُهْرًا
“Wahai putraku yang aku cintai, semua yang hidup pasti akan mati, dan semua yang baru pasti akan usang. Setiap yang tua seperti ibumu ini pasti akan mati dan akan meninggalkan dunia. Saya sebentar lagi akan meninggal dunia dan akan meninggalkan engkau, tetapi namaku akan selalu dikenang oleh umatmu. Karena aku telah meninggalkan seorang anak yang diberkahi, yang sangat baik, yang sangat mulia, dan aku pernah melahirkan seorang anak yang sangat suci seperti engkau”.
Suatu ketika Sayyidil Habib Umar bin Hafidz menceritakan kisah wafatnya ibunda Nabi Muhammad Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa alihi wa shohbihi wa sallam ini. Di saat membacakan perkataan Sayyidah Aminah tersebut, Sayyidil Habib Umar bin Hafidz menangis sampai-sampai menghentikan sejenak ceramahnya karena tak mampu berkata apapun. Air matanya pun tak terasa telah membasahi seluruh pipinya. Sambil menangis tersedu-sedu, beliau berkata,
“Setelah ini, masihkah saling memperbincangkan dan berkata buruk tentang Sayyidah Aminah? Atau punya prasangka buruk terhadap Sayyidah Aminah? Ibu siapakah Sayyidah Aminah? Jika Sayyidah Aminah tidak selamat maka tak ada seorang pun di hari pembalasan yang akan selamat! Tidak ada seorang pun di hari kebangkitan akan selamat!“
Semoga Allah subhanahu wa ta’ala karuniakan kepada kita, istri dan keluarga kita, anak-anak dan keturunan kita semuanya, Allah karuniakan nikmat yang paling agung yakni cinta kepada Nabi Muhammad, cinta kepada keluarga dan para sahabat Nabi Muhammad, cinta kepada para pewaris dan ulama Nabi Muhammad shollallohu ‘alaihi wa alihi wa shohbihi wa sallam.
Wallohu a’lam bish-showab.
(Disarikan dari kajian rutin yang disampaikan oeh Sayyidil Habib Alwi bin Ali Al Habsyi, Pengasuh Ma’had Darul Ilmi wad Da’wah Al Hidayah Surakarta, dalam rutinan majelis taklim Ahad pagi, pada 29 Shafar 1439 H/ 19 November 2017 M, yang bertempat di Ma’had Darul Ilmi wad Da’wah Al Hidayah Surakarta, dengan sedikit catatan perubahan dan penambahan).
Sanad: Ngaji Yuk!