QOLBUN SALIM – Bahaya Riya dan Dengki di Medsos

 

Riya

Penyakit hati adalah penyakit atau gangguan yang ada pada hati dan perasaan manusia. Penyakit hati dalam islam bukanlah penyakit hati yang menyangkut kesehatan seperti penyakit liver, chirhosis, dan lain sebagainya. Penyakit yang ada dalam hati setiap orang bisa mempengaruhi perilaku dan perbuatannya. Riya adalah salah satunya yang akan kita bahas pada Qolbun Salim saat ini

Dalam bahasa Arab, arriya’ berasal dari kata kerja raâ yang bermakna memperlihatkan. Riya’ merupakan perbuatan memperlihatkan sekaligus memperbagus suatu amal ibadah dengan tujuan agar diperhatikan dan mendapat pujian dari orang lain. Riya’ termasuk,  karena meniatkan ibadah selain kepada Allah SWT

Rasulullah SAW bersabda yang artinya;

“Sesungguhnya amalan itu tergantung pada niatnya, dan sesungguhnya amalan seseorang itu akan dibalas sesuai dengan apa yang ia niatkan.” (Muttafaqun ‘alaihi).

Adapun amal perbuatan yang diridhai Allah SWT ialah yang diniatkan kepada Allah semata, dikerjakan dengan ikhlas sesuai dengan kemampuan, tidak pilih kasih, dan merupakan rahmat bagi seluruh alam. Sementara ibadah yang tidak akan diterima oleh Allah merupaka amal ibadah yang dikerjakan dengan niat bukan kepada Allah, tidak ikhlas karena ingin mendapat imbalan (bisa berupa pujian atau penghargaan).

Beberapa contoh ciri perbuatan Riya adalah :

  • Serius dan giat bekerja ketika mendapat pujian, dan sebaliknya, akan malas jika tidak ada yang memperhatikan atau tidak ada yang memberi penghargaan. Bahkan cenderung melepas tanggung jawab atas pekerjaan tersebut apabila ada orang lain yang mencela.
  • Saat bekerja kelompok akan sangat bersemangat dan profesional, namun menjadi sangat malas saat mengerjakan sesuatu sendirian.
  • Ketika berada dihadapan banyak orang akan selalu mawas diri daripada perbuatan yang melanggar perintah Allah SWT. Sebaliknya, saat orang lain tidak melihat maka akan melakukan perbuatan-perbuatan yang tercela

Penggolongan Sifat Riya

Riya bisa dikategorikan menjadi 2 sifat yakni Riya dalam hal Niat dan Riya dalam hal perbuatan.

Dalam sebuah hadist yang artinya;

Aku mendengar Umar bin Khattab berkata di atas mimbar:

‘Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda; ‘Sesungguhnya segala perbuatan itu tergantung niatnya, dan sesungguhnya bagi setiap orang memperoleh sesuai apa yang ia niatkan.” (HR. Bukhari Muslim). 

Berkaitan dengan niat di dalam hati seseorang yang merupakan awal daripada setiap perbuatan yang menyebabkan tidak adanya rasa ikhlas. Sedangkan untuk Sifat Riya dalam  Perbuatan merupakan lanjutan daripada sifat  Riya dalam niat yang menunjukkan segala perbuatan dan ibadah di hadapan orang lain dengan tujuan untuk mendapatkan pujian. Adapun macam macam Riya dalam perbuatan yaitu Riya dalam beramal beribadah, ucapan dan berpakaian.

Indonesia yang notabennya negara muslim terbesar di Dunia juga merupakan negara pengguna Facebook terbanyak bahkan mencapai hampir 50 juta. Jejaring social seperti Facebook, Istagram,Twitter biasanya digunakan untuk berbagi artikel, upload foto, dan video atau juga dapat dimanfankan pula sebagai media dakwah.

Media sosial tentunya meniliki dampak baik dan buruk, media sosial dapat dimanfaatkan sebagai ladang mencari pahala di surga. Akan tetapi media sosial juga dapat menjerumuskan kita ke dalam neraka karena perbuatan yang kita lakukan di dunia maya.

Riya adalah perbuatan mencolok dari berbagai kegiatan yang kita lakukan di dunia maya, sebab biasanya orang orang yang memiliki akun media sosial ingin menampilkannya ke hadapan publik dan mengharap ada pujian dari orang lain.

Perbuatan riya’ termasuk ke dalam syirik kecil sehingga dilarang oleh agama Islam dan hukumnya adalah haram. Dari Mahmud bin Labid, Rasulullah SAW bersabda yang artinya;

“Sesungguhnya yang paling ditakutkan dari apa yang saya takutkan menimpa kalian adalah asy syirkul ashghar (syirik kecil), maka para shahabat bertanya, apa yang dimaksud dengan asy syirkul ashghar? Beliau shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab: “Ar Riya

Perbuatan Riya masuk ke dalam hati manusia sangatlah halus seperti digambarkan Nabi SAW bahwasanya lebih lembut dari langkah kaki  semu hitam yang berjalan diatas batu hitam di dalam kegelapan malam, maka sebagaimana orang tidak boleh aman dari sifat riya’ pada level/tingkatan derajat manapun. Dan bagi mereka orang orang yang memiliki tingkatan derajat yang tinggi. Rasa Takut mereka terhadap sifat Riya dijadikan ajang untuk mencari pahala. Disaat mereka bertarung dengan Riya’ maka itu adalah pahala diata pahala/ jihadtin nafs.

Perumpamaan hati seseorang yang mempinyai sifat riya bisa diibaratkan laksana cawan yg kotor, tak bererti tidak dapat dibersihkan. Dan satu satunya cara membersihkannya adalah hanya isi dengan air bersih sedikit demi sedikit, lama-lama endapan kotoran yang mengotorkan cawan tersebut keluar, dan cawan akan kembali bersih, samalah seperti hati, hanya perlu isi hati dengan perkara-perkara akhirat sedikit demi sedikit, lama-lama kelak kotoran dunia yang mengotorkan hati akan keluar, dan hati dapat kembali bersih.

Imam Abu Hamid  Muhammad bin Muhammad al Ghazali  Ra berkata :

‘Carilah hatimu di tiga tempat. Temui hatimu sewaktu bangun membaca Al Quran. Tetapi jika tidak kau temui, carilah hatimu ketika mengerjakan solat. Jika tidak kau temui juga, kau carilah hatimu ketika duduk tafakkur mengingati mati. Jika kau tidak temui juga, maka berdoalah kepada Allah SWT, mintalah hati yang baru, karena hakikatnya pada saat itu kau tidak lagi mempunyai hati.

 Dalam kita Ihya Ulummudin Belia Imam AL ghazali juga mengatakan :

Ketika ada ibadah belum terasa seperti tidak adanya ibadah dalam segala hal yang berkaitan dengan makhluk, ia belum kosong dari benih riya. Benih ini pun disebut lebih samar dari langkah semut.

Semua itu hampir saja melenyapkan ibadah dan tidaklah selamat darinya kecuali orang-orang yang sidiq. Kotoran-kotoran riya yang samar-samar itu tidak terhitung. Ketika ia mendapati perbedaan di dalam jiwanya saat ibadahnya dilihat manusia dengan binatang, dia masih menyimpan riya di dalam hatinya.

Bukankah Allah Taala telah berfirman:

“Dan katakanlah, `Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang gaib dan yang nyata, lalu Dia memberitakan apa yang telah kamu kerjakan’.” (QS at-Taubah [9]: 105)

Semoga kita dapat mengambil pelajaran, Wallahu a’lam bisowab Dan Alloh Maha Tahu yang sebenar benarnya.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.