Sesama Muslim Saudara

 Di Dalam Kamus Bahasa Indonesia Persaudaraan berasal dari kata saudara . Sedangkan kata persaudaraan dapat diartikan persahabatan yang sangat karib, seperti layaknya saudara.Dengan kata lain Persaudaraan  berarti pertalian persahabatan yang serupa dengan pertalian saudara seperti saudara seayah & seibu.

persatuan serta persaudaraan merupakan nikmat paling besar yang Allah berikan kepada kita sesama saudara muslim. Sebaliknya, perselisihan dan permusuhan merupakan malapetaka besar yang dialami karena umat muslim adalah umat dengan prosentasi yang paling besar dibandingkan dengan pemeluk agama lain.

 Firman Allah dalam surah Ali Imran ayat 103:                  

 “Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dulu (masa jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu daripadanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayatnya kepa da mu, agar kamu mendapat petunjuk nya.”

Nabi Muhammad SAW telah berpesan jauh sebelumnya  kepada kita, bahwa sesama muslim itu adalah saudara, beliau bersabda:

الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ لاَ يَظْلِمُهُ وَلاَ يُسْلِمُهُ وَمَنْ كَانَ فِي حَاجَةِ أَخِيهِ كَانَ اللَّهُ فِي حَاجَتِهِ وَمَنْ فَرَّجَ عَنْ مُسْلِمٍ كُرْبَةً فَرَّجَ اللَّهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرُبَاتِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ (رواه البخاري).

Seorang Muslim adalah saudara bagi muslim lainya, dia tidak menzaliminya dan tidak membiarkanya untuk disakiti. Siapa yang membantu kebutuhan saudaranya, maka Allah akan membantu kebutuhanya. Siapa yang menghilangkan satu kesusahan seorang muslim, maka Allah menghilangkan satu kesusahan bgainya dari kesusahan-kesuhan hari kiamat. Dan siapa yang menutupi (aib) seorang muslim, maka Allah akan menutup aibnya pada hari kiamat. (H.R Bukhari)

Penggolongan Ukuwah dalam Islam.

UKUWAH dalam Islam meliputi seluruh golongan masyarakat. Oleh karenanya, tidak ada golongan manusia yang lebih tinggi daripada golongan yang lain. Harta, kedudukan, keturunan, status sosial, atau apa pun, tidak boleh menjadi penyebab sombongnya manusia atas manusia yang lain. Pemerintah adalah saudara rakyat & “Tuan” adalah saudara bagi hamba sahaya, meskipun kondisi khusus kadang-kadang memaksa sahayanya untuk berada di bawah kekuasaannya. Orang-orang kaya, orang-orang miskin, para buruh, karyawan, dan orang-orang yang disewa adalah bersaudara. Oleh karena itu, tidak ada peluang bagi mereka dalam naungan ajaran Islam untuk terjadinya konflik sosial atau dendam golongan.

Dalam masyarakat Islam tidak terdapat kasta-kasta, sebagaimana dikenal dalam masyarakat Barat pada abad pertengahan. Di sana golongan cendekiawan, para penunggang kuda, para uskup, dan orang-orang tertentu lainnya, adalah yang berhak menentukan nilai, tradisi, dan hukum yang berlaku.

Setibanya di Madinah, Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam Iangsung mengikat kalangan Muhajirin dan Anshar dengan tali persaudaraan yang teguh. Beliau menjadikan mereka saling bersaudara dibawah nilai-nilai kebenaran dan kesetaraan.

Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam lah yang telah mempersaudarakan Ja’far bin Abi Thalib ra dengan Mu’adz bin Jabal ra.; Hamzah bin Abdul Muthallib ra dengan Zaid bin Haritsah ra ; Abu Bakar Ash -Shiddiq ra. dengan Kharijah ibn Zuhair ra.; Umar bin Khaththab ra. dengan Utban bin Malik ra.; Abdurrahman bin Auf ra. dengan Sa’d bin Rabi’ ra., dan seterusnya …

Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam lalu mengikat tali persaudaraan itu antara semua sahabat beliau secara umum, seperti yang akan kita lihat nanti.

Bukan sebatas persaudaraan secara spiritual, Rasulullah bahkan mengikat tali persaudaraan antarsemua umat Islam kala itu hingga mencapai ranah material. Ketetapan persaudaraan yang diikat Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam ini terus ditetapkan sebagai yang lebih utama daripada hubungan persaudaraan sedarah (termasuk dalam hak waris), akhirnya hukum itu di-naskh ketika pecah Perang Badar Kubra. Tepatnya, ketika turun ayat Al-Qur’an yang menyatakan, “Dan orang-orang yang beriman sesudah itu, kemudian berhijrah dan berjihad bersamamu, maka orang-orang itu termasuk golonganmu (juga). Orang-orang yang mempunyai hubungan itu sebagiannya lebih berhak terhadap sesamanya (daripada yang kerabat) di dalam kitob Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segola sesuatu,” (QS Al-Anfal [8]: 75)

Ayat inilah yang me-nasakh semua ketetapan hukum yang pernah berlaku sebelumnya. Dan, hukum waris antara para sahabat yang dijadikan saudara oleh Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam pun diangap tidak berlaku lagi. Sejak saat itu, semua hukum waris kembali berdasarkan nasab dan hubungan darah, sedangkan semua umat Islam tetap dinyatakan sebagai saudara.

Rasulullah ﷺ pernah membuat gambaran indah tentang persaudaraan antar pemeluk agama Islam. Beliau melukiskan bahwa persaudaraan dalam ikatan keislaman itu seperti satu tubuh. Beliau bersabda:

مثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ وتَرَاحُمِهِمْ وتَعاطُفِهِمْ، مَثَلُ الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَداعَى لهُ سائِرُ الْجسدِ بالسهَرِ والْحُمَّى

“Perumpamaan orang-orang yang beriman, dalam saling mencintai, saling menyantuni sesama mereka, adalah laksana kesatuan tubuh. Apabila satu bagian dari tubuh itu menderita sakit, maka seluruh badan turut merasakannya.” (HR. Muslim)

Sungguh indah apa yang disampaikan oleh Nabi ﷺ. Betapa erat, dekat, dan akrab hubungan sesama muslim. Meski pun ada perbedaan: perbedaan mazhab, politik, warna kulit, suku dan bangsa, namun kita tetap satu tubuh, kita tetap harus saling bersaudara dalam ikatan keislaman. Inilah yang disebut ukhuwah islamiyah.

Ukhuwah Islamiyah mudah diucapkan, tapi yang sulit adalah praktik dan aplikasinya dalam berbagai situasi serta kondisi kehidupan sehari-hari. Namun, perlu disadari bahwa mewujudkan persaudaraan Islam dalam arti yang sebenarnya merupakan kewajiban setiap Muslim.

Meski tak ada pakta perjanjian tertulis, namun umat Islam karena ikatan keislamannya haruslah memandang sesama Muslim sebagai saudaranya atas dasar kesamaan pandangan hidup. Segala yang merusak ukhuwah Islamiyah harus dijauhi.

Setidaknya ada lima hal yang harus kita lakukan untuk membentengi persatuan kita sesama umat Islam. Kelima hal ini termasuk dalam hak dan kewajiban ukhuwah yang ditetapkan dalam Islam.

 Pertama, menutup aib saudara seiman. Rasa-rasanya tidak ada manusia yang terbebas dan bersih dari aib, cacat dan kekurangan diri. Setiap orang pasti punya kelemahan. Karenanya, tidak selayaknya kita menjadi bak bunyi pepatah, “Gajah di pelupuk mata tak tampak, namun kuman di seberang lautan tampak.”

Kita harus mampu menahan diri untuk tidak membuka aib saudara kita. Kita jaga kehormatan mereka. Kita tutupi kekurangan dengan saling melengkapi dan menyempurnakan. Tidak dengan mengumbar aib mereka yang dapat menimbulkan ketersinggungan hingga berujung pada permusuhan.

Rasulullah ﷺ bersabda,

مَنْ رد عن عرض أخيه كان له حجابا من النار

“Barangsiapa membela kehormatan saudaranya (sesama Muslim), maka hal itu menjadi penghalang untuknya dari api neraka.” (HR Tirmidzi). Sabda Nabi ﷺ berikutnya: “Adalah kejahatan bagi seorang Muslim mempermalukan saudara Muslim lainnya.” (HR Muslim).

Kedua, memaafkan saudara seiman. Langkah kedua ini diperlukan dalam hubungan kita sebagai makhluk sosial. Di sela interaksi sosial yang kita lakukan mungkin ada friksi dan hal-hal lain yang mengakibatkan kesalah-pahaman.

Rasulullah ﷺ bersabda,

تُفْتَحُ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ يَوْمَ الْإِثْنَيْنِ، وَيَوْمَ الْخَمِيسِ، فَيُغْفَرُ لِكُلِّ عَبْدٍ لَا يُشْرِكُ بِاللهِ شَيْئًا، إِلَّا رَجُلًا كَانَتْ بَيْنَهُ وَبَيْنَ أَخِيهِ شَحْنَاءُ، فَيُقَالُ: أَنْظِرُوا هَذَيْنِ حَتَّى يَصْطَلِحَا، أَنْظِرُوا هَذَيْنِ حَتَّى يَصْطَلِحَا، أَنْظِرُوا هَذَيْنِ حَتَّى يَصْطَلِحَا

“Pintu-pintu Surga dibuka pada hari Senin dan Kamis. Ampunan Ilahi dilimpahkan kepada setiap hamba yang tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu, kecuali yang menyimpan dendam kepada saudaranya. Tentang mereka dikatakan: Tunggu, tunggu, tunggu, sampai mereka berbaikan.” (HR Muslim)

Ketiga, melepaskan kesulitan sesama Muslim. Jika kita diminta untuk memilih antara kemudahan dan kesulitan, nyaris setiap kita lebih suka kemudahan dan tidak menginginkan kesulita. Namun, hidup tidak selalu berjalan mulus. Ada rintangan dan hambatan yang membuat perjalanan hidup tidak seperti yang diharapkan.

Kesulitan yang timbul terkadang membuat sebagian orang kehilangan orang-orang yang disayangi. Musibah gempa bumi dan tsunami adalah potret buram tentang betapa kesulitan itu dalam sekejap menghilangkan apa yang dimiliki. Rumah, kendaraan, keluarga, bisa lenyap dalam hitungan detik. Hanya dalam sekejap semua luluh lantak. Semuanya lenyap digoncang gempa bumi, lenyap oleh hantaman tsunami.

Kewajiban kita sebagai sesama muslim yang saling bersaudara, adalah membantu mereka. Kita sisingkan lengan. Kita kenyangkan perut mereka yang lapar. Kita obati yang sakit. Kita kasihi mereka yang berduka. Kita hapus air mata kesedihan mereka. Kita bahagiakan dengan apa yang mampu kita berikan.

Duka mereka adalah duka kita. Kebahagiaan mereka juga kebahagiaan kita. Rasa sakit yang tengah mereka rasakan juga rasa sakit bagi kita. Kita seharusnya tidak merasa nyaman dengan apa yang menimpa dan menindih mereka. Oleh karena itu, Rasulullah ﷺ bersabda:

مَنْ فَرَّجَ عَنْ أَخِيهِ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا فَرَّجَ اللَّهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الْآخِرَةِ، وَاللَّهُ فِي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيه، وَمَنْ سَتَرَ عَلَى أَخِيهِ الْمُسْلِمِ سَتَرَهُ اللَّهُ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَة

“Siapa yang melapangkan kesulitan saudaranya dari kesulitan hidup di dunia ini, Allah akan melapangkan pula orang itu dari malapetaka hari kiamat. Allah tetap akan menolong seorang hamba, selama hamba itu sudi menolong saudaranya. Siapa yang menutup aib (malu) orang Islam, Allah akan menutupi aib orang itu di dunia dan akhirat.” (HR Muslim, Abu Daud, Turmidzi).

Keempat, berbaik sangka kepada sesama Muslim. Sikap baik sangka tidak berarti kita kehilangan kewaspadaan terhadap potensi kejahatan seseorang. Baik sangka adalah akhlak yang diajarkan oleh Allah Subhanahu Wata’ala kepada para hamba-Nya. Kita dianjurkan untuk berbaik sangka kepada saudara kita. Tidak mudah terjebak dalam buruk sangka yang bisa mengakibatkan gangguan dalam hubungan antara sesama kita.

Kelima, berdoa untuk sesama Muslim, baik semasa hidupnya maupun setelah wafat. Doa yang baik akan kembali kepada kita yang mendoakannya. Demikian pula sebaliknya. Kita doakan saudara-saudara kita yang dekat atau jauh. Kita kirimkan doa terbaik kita untuk seluruh umat Islam khususnya mereka yang sakit, terkena musibah, tertimpa kesulitan, maka kita pun akan mendapatkan kebaikan dan pahala dari doa kita sendiri.

Salah satu contoh doa yang diabadikan oleh Allah Subhanahu Wata’ala adalah:

رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْأِيمَانِ وَلا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلّاً لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَؤُوفٌ رَحِيم

“Tuhan! Beri ampun kepada kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami; janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman. Tuhan! Engkau Maha Penyantun lagi Maha Pengasih.” (Al-Hasyr: 10).

Inilah lima langkah untuk membentengi dan memperkuat tali persaudaraan sesama pemeluk Islam. Persatuan tidak sebatas teori di atas kertas yang disampaikan dalam bentuk ceramah dan tulisan. Persatuan itu harus kita hadirkan dan kita wujudkan dalam bentuk membela serta kehormatan saudara-saudara kita. Kita realisasikan dengan saling memaafkan, saling tolong menolong, berbaik sangka, dan saling mendoakan

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.